PKn : BAB VI - PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. Pengantar
Pancasila digali dari budaya bangsa idonesia sendiri, maka Pancasila mempunyai fungsi dan peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Fungsi dan peranan itu terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Itulah sebabnya pancasila memiliki berbagai predikat sebagai sebutan nama yang menggambarkan fungsi dan peranannya.
Muncul persoalan sejauh mana paradigma Pancasila dapat dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan nasional?. Untuk menjawab persoalan ini kajiannya berawal dari paradigma kemudian mengenai masalah paradigma Pancasila sebagai pembangunan nasional di berbagai bidang yakni : politik, ekonomi, hokum, social budaya, ilmu pengetahuan dan tehnologi serta bidang kehidupan agama, Pancasila sebagai paradigma baik yang obyektif maupun yang subyektif dan diakhiri dengan budaya akademik.
B. Pengertian Paradigma
Paradigma ialah cara pandang nilai-nilai metode-metode prisip dasar atau cara memecahkan sesuatu, masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada masa tertentu.
Paradigma berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya serta bidang-bidang lainnya. Dalam masalah yang popular istilah paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan reformasi maupun dalam pendidikan.
C. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan dalam berbagai bidang.
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai pardigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekwensi bahwa dalam aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila. Oleh karena itu pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga, aspek individu, aspek makhluk social, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanan.
Pada gilirannya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, social budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang kehidupan agama.
1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK.
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu pada hakikatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.
a) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, harus ada perimbangan antara rasional dan irasional antara akal, rasa dan kehendak. Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya merugikan manusia disekitarnya.
b) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan iptek haruslah beradab. Oleh karena itu pengembangan iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia.
c) Sila persatuan Indonesia mengkomplementasikan bahwa pengembangan iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
d) Sila Kerakyatan ………… /perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan iptek, menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lain.
e) Sila Keadilan Sosial………rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan Negara serta manusia dengan lingkungannya,
2. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Dalam sila–sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam politik Negara harus mendasarkan pada kerakyatan, adapun pengembangan dan aktualisasi politik Negara berdasarkan pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan, moral kemanusiaan dan moral persatuan yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa.
Dalam usaha membangun kehidupan politik, maka beberapa unsur yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan adalah sbb:
a. Sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis, dan terbuka.
b. Kemandirian partai politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
c. Pendidikan politik kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya politik yang demokratis.
d. Pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-luasnya.
Dalam aspek demokratis yang harus dikembangkan adalah:
a. Demokrasi sebagai system pemerintahan, meliputi rakyat sebagai pendukung kekuasaan dan pemerintahan sebagai pembuat kebijakan.
b. Demokrasi sebagai kebudayaan politik, dalam masyarakat yang sedang membangun harus melakukan perubahan melalui proses dari budaya tradisonal patrimordial kepada cara berpikir rasional obyektif yang dapat memperkuat kemandirian bagi setiap warga Negara.
c. Demokrasi sebagai struktur organisasi, badan-badan dalam pemerintahan demokrasi harus dapat melaksanakan fungsi dan peranannya, seperti organisasi masyarakat, partai politik, DPR, pemerintah, birokrasi dan peradilan.
Demokrasi sebagai system pemerintahan hanya akan berhasil kalau didukung oleh demokrasi sebagai budaya politik yang rasional obyektif.
3. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi.
Perkembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa. Maka system ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Perkembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan.
Untuk mencapai system ekonomi kerakyatan maka mutu sumber daya manusia (SDM) perlu ditingkatkan. Kriteria kualitas SDM yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kemampuan dasar untuk berkembang.
b) Mampu menggunakan ilmu dan teknologi untuk mengolah sumber daya alam secara efektif, efisien, lestari, dan berkesinambungan.
c) Memiliki etos professional, tanggung jawab atas pengembangan keahliannya, kejujuran dalam pelaksanaan tugas, ketelitian pelayanan kepada masyarakat, penghargaan terhadap waktu dan ketepatan waktu.
Peningkatan kesejahteraan selalu dihadapkan kepada permasalahan, bagaimana kita memadukan nilai-nilai ekonomis yang akan berkembang menjadi etos ekonomis dengan nilai-nilai etis Pancasila.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya.
Dalam pembangunan pengembangan aspek social budaya hendaknya didasarkan atas system nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Usaha untuk mengembangkan social budaya tersebut dengan melalui cara-cara sbb:
a) Dihormati martabatnya sebagai manusia
b) Diperlakukan secara manusiawi
c) Mengalami solidaritas sebagai bangsa karena semakin hilangnya kesenjangan ekonomi dan budaya.
d) Memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik
e) Merasakan kesejahteraan yang layak sebagai manusia.
5. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Pertahanan dan Keamanan.
Pancasila sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok Negara.
Pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pertahanan dan Keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga dalam seluruh warga dalam Negara. Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan akhirnya pertahanan dan keamanan harus diperuntukan demi terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat.
Hasil pembangunan yang tidak adil dan merata dapat menimbulkan kesenjangan yang akhirnya akan berpengaruh terhadap stabilitas pertahanan keamanan Negara.
6. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama,
Pada masa reformasi ada beberapa wilayah Negara Indonesia terjadi konflik social yang bersumber pada masalah SARA, terutama bersumber pada masalah agama. Hal ini menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. Tragedi di Ambon, Poso, Medan, Mataram, Kupang.
Dalam pokok pikiran Pembukaan ke empat bahwa “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini berarti bahwa kehidupan dalam Negara berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan. Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Oleh karena itu kehidupan beragama dalam Negara Indonesia dewasa ini harus dikembangkan kearah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai berdasarkan nilai kemanusiaan yang beradab.
D. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi.
Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform. Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sbb:
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan- penyimpangan.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas tertentu dalam hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu, dalam hal ini UUD sebagai kerangka acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik,
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan Negara Indonesia.
E. Aktualisasi Pelaksanaan Pancasila.
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, pandangan hidup serta ideology bangsa dan Negara, bukanlah hanya merupakan rangkaian kata-kata yang indah namun harus diwujudkan dan diaktualisasikan dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu untuk meralisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara sesungguhnya dapat dibedakan atas dua macam aktualisasi obyektif dan aktualisasi subyektif.
Aktualisasi Pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara baik dibidang legislative, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainya. Aktualisasi obyektif ini terutama berkaitan dengan realisasi dalam bentuk peraturan per-undang2an Negara Indonesia.
Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga Negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Dengan demikian pelaksanaan Pancasila yang subyektif sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila.
Realisasi pelaksanaan Pancasila yang subyektif dilakukan secara berangsur-angsur dengan jalan pendidikan di sekolah, dalam masyarakat, dalam keluarga, sehingga dapat diperoleh berturut-turut :
a) Pengetahuan, sedapat mungkin yang lengkap dari Pancasila.
b) Kesadaran, ialah selalu dalam keadaan mengetahui keadaan dalam diri sendiri, selalu ingat dan setia kepada Pancasila.
c) Ketaatan, ialah selalu dalam keadaan bersedia melaksanaakan Pancasila lahir batin.
d) Kemampuan ialah mampu untuk melaksanakan Pancasila.
e) Mentalitas, watak dan hati nurani, sehingga orang selalu melaksanakan seperti dengan sendirinya.
F. Budaya Akademik.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 60 tahun 1999 bahwa Perguruan Tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan Tinggi sebagai suatu insttusi dalam masyarakat memiliki cirri khas tersendiri di samping lapisan-lapisan masyarakat lainnya.Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah.Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi.
Sejumlah cirri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik yakni kritis, kreatif, obyektif, analitis, konstruktif, dinamis, dialogis, menerima kritik, menghargai prestasi ilmiah/akademik, bebas dari prasangka, menghargai waktu, memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, berorientasi ke masa depan , kesejawatan/kemitraan.
Dalam kaitannya dengan nilai-nilai Pancasila ruang lingkup pemikiran akademik menurut Pranarka adalah sbb :
1) Pengolahan ilmiah mngenai Pancasila, adanya atau eksistensi obyektif Pancasila, Pancasila sebagai data empiris, yaitu sebagai ideologi dasar Negara, dan sumber dari segala sumber hokum.
2) Mengungkapkan ajaran yang terkandung dalam Pancasila, yaitu mempelajari factor-faktor obyektif yang membentuk adanya Pancasila itu.
3) Renungan reflektif dan sistematis mengenai Pancasila yang sifatnya diolah dengan keyakinan-kayakinan kebenaran-kebenaran yang sifatnya mendasar,
4) Studi perbandingan ajaran Pancasila dengan ajaran lain.Kegiatan ini dapat dilakukan dalam rangka pemikian filosofis, teologi, atau kegiatan ilmiah.
5) Pengolahan ilmiah mengenai pelaksanaan Pancasila, yaitu masalah pelaksanaan atau operasionalnya.
Jadi masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis dalam arti terjebak pada legitimasi kepentingan penguasa.
Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif.
Masyarakat kampus harus terhindar dari kiprah tarik menarik kekuasaan dalam pertentangan politik.
Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada hati nurani serta sikap moral yang luhur yang bersumber pada Ketuhanan dan Kemanusiaan.
Pancasila digali dari budaya bangsa idonesia sendiri, maka Pancasila mempunyai fungsi dan peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Fungsi dan peranan itu terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Itulah sebabnya pancasila memiliki berbagai predikat sebagai sebutan nama yang menggambarkan fungsi dan peranannya.
Muncul persoalan sejauh mana paradigma Pancasila dapat dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan nasional?. Untuk menjawab persoalan ini kajiannya berawal dari paradigma kemudian mengenai masalah paradigma Pancasila sebagai pembangunan nasional di berbagai bidang yakni : politik, ekonomi, hokum, social budaya, ilmu pengetahuan dan tehnologi serta bidang kehidupan agama, Pancasila sebagai paradigma baik yang obyektif maupun yang subyektif dan diakhiri dengan budaya akademik.
B. Pengertian Paradigma
Paradigma ialah cara pandang nilai-nilai metode-metode prisip dasar atau cara memecahkan sesuatu, masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada masa tertentu.
Paradigma berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya serta bidang-bidang lainnya. Dalam masalah yang popular istilah paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan reformasi maupun dalam pendidikan.
C. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan dalam berbagai bidang.
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai pardigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekwensi bahwa dalam aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila. Oleh karena itu pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga, aspek individu, aspek makhluk social, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanan.
Pada gilirannya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, social budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang kehidupan agama.
1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK.
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu pada hakikatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.
a) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, harus ada perimbangan antara rasional dan irasional antara akal, rasa dan kehendak. Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya merugikan manusia disekitarnya.
b) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan iptek haruslah beradab. Oleh karena itu pengembangan iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia.
c) Sila persatuan Indonesia mengkomplementasikan bahwa pengembangan iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
d) Sila Kerakyatan ………… /perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan iptek, menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lain.
e) Sila Keadilan Sosial………rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan Negara serta manusia dengan lingkungannya,
2. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Dalam sila–sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam politik Negara harus mendasarkan pada kerakyatan, adapun pengembangan dan aktualisasi politik Negara berdasarkan pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan, moral kemanusiaan dan moral persatuan yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa.
Dalam usaha membangun kehidupan politik, maka beberapa unsur yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan adalah sbb:
a. Sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis, dan terbuka.
b. Kemandirian partai politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
c. Pendidikan politik kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya politik yang demokratis.
d. Pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-luasnya.
Dalam aspek demokratis yang harus dikembangkan adalah:
a. Demokrasi sebagai system pemerintahan, meliputi rakyat sebagai pendukung kekuasaan dan pemerintahan sebagai pembuat kebijakan.
b. Demokrasi sebagai kebudayaan politik, dalam masyarakat yang sedang membangun harus melakukan perubahan melalui proses dari budaya tradisonal patrimordial kepada cara berpikir rasional obyektif yang dapat memperkuat kemandirian bagi setiap warga Negara.
c. Demokrasi sebagai struktur organisasi, badan-badan dalam pemerintahan demokrasi harus dapat melaksanakan fungsi dan peranannya, seperti organisasi masyarakat, partai politik, DPR, pemerintah, birokrasi dan peradilan.
Demokrasi sebagai system pemerintahan hanya akan berhasil kalau didukung oleh demokrasi sebagai budaya politik yang rasional obyektif.
3. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi.
Perkembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa. Maka system ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Perkembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan.
Untuk mencapai system ekonomi kerakyatan maka mutu sumber daya manusia (SDM) perlu ditingkatkan. Kriteria kualitas SDM yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kemampuan dasar untuk berkembang.
b) Mampu menggunakan ilmu dan teknologi untuk mengolah sumber daya alam secara efektif, efisien, lestari, dan berkesinambungan.
c) Memiliki etos professional, tanggung jawab atas pengembangan keahliannya, kejujuran dalam pelaksanaan tugas, ketelitian pelayanan kepada masyarakat, penghargaan terhadap waktu dan ketepatan waktu.
Peningkatan kesejahteraan selalu dihadapkan kepada permasalahan, bagaimana kita memadukan nilai-nilai ekonomis yang akan berkembang menjadi etos ekonomis dengan nilai-nilai etis Pancasila.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya.
Dalam pembangunan pengembangan aspek social budaya hendaknya didasarkan atas system nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Usaha untuk mengembangkan social budaya tersebut dengan melalui cara-cara sbb:
a) Dihormati martabatnya sebagai manusia
b) Diperlakukan secara manusiawi
c) Mengalami solidaritas sebagai bangsa karena semakin hilangnya kesenjangan ekonomi dan budaya.
d) Memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik
e) Merasakan kesejahteraan yang layak sebagai manusia.
5. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Pertahanan dan Keamanan.
Pancasila sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok Negara.
Pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pertahanan dan Keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga dalam seluruh warga dalam Negara. Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan akhirnya pertahanan dan keamanan harus diperuntukan demi terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat.
Hasil pembangunan yang tidak adil dan merata dapat menimbulkan kesenjangan yang akhirnya akan berpengaruh terhadap stabilitas pertahanan keamanan Negara.
6. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama,
Pada masa reformasi ada beberapa wilayah Negara Indonesia terjadi konflik social yang bersumber pada masalah SARA, terutama bersumber pada masalah agama. Hal ini menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. Tragedi di Ambon, Poso, Medan, Mataram, Kupang.
Dalam pokok pikiran Pembukaan ke empat bahwa “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini berarti bahwa kehidupan dalam Negara berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan. Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Oleh karena itu kehidupan beragama dalam Negara Indonesia dewasa ini harus dikembangkan kearah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai berdasarkan nilai kemanusiaan yang beradab.
D. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi.
Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform. Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sbb:
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan- penyimpangan.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas tertentu dalam hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu, dalam hal ini UUD sebagai kerangka acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik,
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan Negara Indonesia.
E. Aktualisasi Pelaksanaan Pancasila.
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, pandangan hidup serta ideology bangsa dan Negara, bukanlah hanya merupakan rangkaian kata-kata yang indah namun harus diwujudkan dan diaktualisasikan dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu untuk meralisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara sesungguhnya dapat dibedakan atas dua macam aktualisasi obyektif dan aktualisasi subyektif.
Aktualisasi Pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara baik dibidang legislative, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainya. Aktualisasi obyektif ini terutama berkaitan dengan realisasi dalam bentuk peraturan per-undang2an Negara Indonesia.
Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga Negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Dengan demikian pelaksanaan Pancasila yang subyektif sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila.
Realisasi pelaksanaan Pancasila yang subyektif dilakukan secara berangsur-angsur dengan jalan pendidikan di sekolah, dalam masyarakat, dalam keluarga, sehingga dapat diperoleh berturut-turut :
a) Pengetahuan, sedapat mungkin yang lengkap dari Pancasila.
b) Kesadaran, ialah selalu dalam keadaan mengetahui keadaan dalam diri sendiri, selalu ingat dan setia kepada Pancasila.
c) Ketaatan, ialah selalu dalam keadaan bersedia melaksanaakan Pancasila lahir batin.
d) Kemampuan ialah mampu untuk melaksanakan Pancasila.
e) Mentalitas, watak dan hati nurani, sehingga orang selalu melaksanakan seperti dengan sendirinya.
F. Budaya Akademik.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 60 tahun 1999 bahwa Perguruan Tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan Tinggi sebagai suatu insttusi dalam masyarakat memiliki cirri khas tersendiri di samping lapisan-lapisan masyarakat lainnya.Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah.Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi.
Sejumlah cirri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik yakni kritis, kreatif, obyektif, analitis, konstruktif, dinamis, dialogis, menerima kritik, menghargai prestasi ilmiah/akademik, bebas dari prasangka, menghargai waktu, memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, berorientasi ke masa depan , kesejawatan/kemitraan.
Dalam kaitannya dengan nilai-nilai Pancasila ruang lingkup pemikiran akademik menurut Pranarka adalah sbb :
1) Pengolahan ilmiah mngenai Pancasila, adanya atau eksistensi obyektif Pancasila, Pancasila sebagai data empiris, yaitu sebagai ideologi dasar Negara, dan sumber dari segala sumber hokum.
2) Mengungkapkan ajaran yang terkandung dalam Pancasila, yaitu mempelajari factor-faktor obyektif yang membentuk adanya Pancasila itu.
3) Renungan reflektif dan sistematis mengenai Pancasila yang sifatnya diolah dengan keyakinan-kayakinan kebenaran-kebenaran yang sifatnya mendasar,
4) Studi perbandingan ajaran Pancasila dengan ajaran lain.Kegiatan ini dapat dilakukan dalam rangka pemikian filosofis, teologi, atau kegiatan ilmiah.
5) Pengolahan ilmiah mengenai pelaksanaan Pancasila, yaitu masalah pelaksanaan atau operasionalnya.
Jadi masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis dalam arti terjebak pada legitimasi kepentingan penguasa.
Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif.
Masyarakat kampus harus terhindar dari kiprah tarik menarik kekuasaan dalam pertentangan politik.
Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada hati nurani serta sikap moral yang luhur yang bersumber pada Ketuhanan dan Kemanusiaan.
0 Response to "PKn : BAB VI - PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA"
Post a Comment